Diam Yang Berkualitas
Bismillaah,
Adab yang bermanfaat adalah diam yang berkualitas atau pandai mengatur saat-saat yang tepat dan benar untuk diam. Diam yang indah adalah diam meninggalkan dari bicara yang tidak bermanfaat. Diam apabila terdapat mudharat yang jelas jika banyak bicara dan diam apabila mudharat tersebut masih belum jelas. Berdasarkan hal itu, maka di sini diam ditekankan pada 2 keadaan :
1. Sudah mengetahui bahaya atau manfaatnya.
2. Belum mengetahui bahaya atau manfaatnya.
Perkataan manusia ada 3 macam, di antaranya :
1. Perkataan yang jelas bahayanya.
2. Perkataan yang jelas manfaatnya.
3. Perkataan yang tidak jelas bahaya dan manfaatnya.
Hal ini selaras dengan sabda Rosulullaah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu bahwa Rosulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
“Barang siapa yang beriman kepada Allaah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47).
Simpan, jaga, dan tahanlah lisan agar tetap terjaga dari yang tidak bermanfaat. Perkataan dapat dikatakan bermanfaat jika bermanfaat dalam 3 hal, di antaranya :
1. Baik Niatnya.
Ikhlas karena Allaah, tidak ada niat lain yang dapat menimbulkan keributan, permusuhan, menyindir, perdebatan, dsb.
2. Baik Cara Menyampaikannya.
Jika niat sudah baik, namun dengan cara penyampaian yang salah, maka dia tidak tergolong perkataan baik dan bermanfaat.
3. Baik Dampak Kesudahannya.
Tidak menimbulkan efek buruk setelah bicara.
Perbuatan tercela apabila kita bicara dengan bermaksud menyindir niat atau perbuatan orang lain. Termasuk jalan kebinasaan ketika melepas lisan untuk yang berbahaya, tidak ada manfaatnya, dan belum jelas bahaya dan manfaatnya, ini bisa menyebabkan kerasnya hati. Ibnu Rajab rahimahullaah berkata, "Banyak bicara yang tidak dibutuhkan bisa menyebabkan kerasnya hati," (Jami'ul Ulum Wal Hikam: 1/339).
Hendaknya kita bicara jika sudah jelas manfaat dan bahaya, tidak bicara tanpa berpikir terlebih dahulu karena sesungguhnya bicara itu memiliki hawa nafsu yang mana jika tidak dikendalikan, maka hawa nafsu itu yang akan mengendalikannya. Banyak bicara pun khawatir akan terjerumus ke dalam sifat orang munafik, karena sifat orang munafik adalah banyak bicara namun sedikit beramal. Al-Auza'i rahimahullaah berkata,
"Orang mukmin menyedikitkan bicara dan banyak beramal, sedangkan orang munafik itu banyak bicara dan sedikit beramal," (Tanbih Al-Ghafilin, 32).
Semoga Allaah melindungi kita dari sifat banyak bicara, kecuali bicara untuk yang benar-benar jelas manfaat dan bahayanya. Aamiin.
_________________________________
Muroja'ah : Ustadz Aris Munandar حفظه الله
Bandung, 28 September 2020.
Referensi :
[1] Faidah kajian Adab Menuntut Ilmu bersama ustadz Aris Munandar حفظه الله dalam pembahasan kitab Syarhu Bahjati Ath-Thulabi Fi Adabi Ath-Thalibi karya Syaikh Sholih bin Abdullaah Al-Ushoimi.
[2] Athirah Mustajab. (2014). Bicara baik atau diam.
Komentar
Posting Komentar